Rezeki memang mirip sesuatu yang berada di balik tabir. Hanya Allah SWT yang mengetahui apa sejatunya yang ada di balik tabir itu. Sedekah yang ikhlas terkadang membuat tabir itu tersingkap. Seperti kisah yang dialami seorang pemuda berikut ini. Mukmin, sebut saja begitu namanya, adalah seorang pemuda yang selalu ingin belajar. Karenanya, ia ingin sekolah setinggi mungkin. Sehari-hari ia bekerja sebagai karyawan biasa pada sebuah perusahaan swasta. Gajinya tidak seberapa. Dari gajinya itu, ia berusaha menyisihkan uangnya untuk ditabung, tetapi karena memang gajinya tidak banyak, ia terkadang selalu gagal untuk menyisihkan uang walau beberapa ratus ribu saja.
Mukmin sangat berniat untuk kuliah. Baginya, belajar itu mengasyikkan sekali. Dengan belajar, ia bisa menjelajah dan memahami banyak hal di luar dunia pekerjaan. Dorongan ini semakin kuat saat melihat banyak teman-teman dekatnya sudah berkuliah. Sayang, masalah biaya kerap menjadi kendala utamanya. Bagaimanapun kuliah memerlukan biaya. Mukmin tak memiliki bayangan darimana uang kuliah itu akan dia dapatkan.
|
ilustrasi sedekah |
Mukmin memiliki kakak perempuan yang berdagang. Kakaknya ini sudah berkeluarga dan memiliki dua orang anak. Kakaknya ini hidup rukun dengan suaminya. Dan suatu ketika, badai keluarga menerjang. Usaha yang dirintis mereka bedua ternyata merugi. Tak ayal, kakak Mukmin terjerat banyak hutang dan usahanya terancam bangkrut.
Sekuat tenaga kakak Mukmin ini mempertahankan usahanya. Pada akhirnya ada skala prioritas yang didahulukan. Demi tetap mempertahankan suplai barang tak putus, beberapa kewajiban lain terpaksa ditunda, termasuk membayar cicilan rumah.
Beberapa bulan berlalu, pihak bank kemudian melayangkan surat pemberitahuan bahwa cicilan harus segera dibayar. Pihak bank memberikan keringanan untuk tidak membayar seluruhnya, hanya sebagian saja yang terhitung mendesak untuk didahulukan. Waktu itu jumlahnya adalah Rp. 1,8jt. Tapi karena kakak Mukmin tidak memiliki uang, kewajiban itu tak bisa ditunaikan.
Semua kesulitan itu diceritakan kepada Mukmin. Saat mendengarkan cerita itu, Mukmin juga ketularan bingung, karena ia juga tak memiliki uang sebesar itu. Ditabungannya hanya ada uang Rp. 1jt. Jumlah itu tentu tidak cukup. Tapi melihat kesulitan kakaknya itu, Mukmin berjanji akan mencari jalan untuk membantunya.
Beberapa hari Mukmin berfikir bagaimana membantu kakaknya. Ia teringat perkataan ustadznya dulu bahwa jika ada kelebihan rejeki, maka kalangan terdekat dululah yang harus dibantu. Kali ini kakaknya sendiri mengalami kesulitan. Maka kakaknyalah yang harus menjadi prioritas utama baginya. Masalah uang satu juta di rekeningnya tak akan membuat dia risau kalau seluruhnya dia berikan kepada kakaknya. Tapi masalahnya uang itu tak mencukupi untuk membantu.
Mukmin pun teringat dengan kakak laki-lakinya yang juga berdagang. Ia menimbang-nimbang apakah akan meminta tolong pada kakaknya yang satu lagi itu? Ia menimbang-nimbang karena ia mengetahui bahwa kakaknya yang laki-laki ini sedang merenovasi rumahnya. Dan tentu hal itu membutuhkan banyak uang. Mukmin takut kalau ia mengutarakan masalah tersebut, si kakak malah akan terbebani.
Namun setelah menimbang-nimbang, akhirnya ia putuskan untuk membicarakan masalah ini kepada kakaknya yang laki-laki itu. "Begini kak ceritanya. Kasihan juga kalau tidak dibantu. Kakak tahu sendiri usahanya sekarang sedang menurun", ujar Mukmin. "Hmmm...kalau begitu tak apa-apa, aku akan tambahkan kekurangannya", ujar kakak laki-laki Mukmin. "Alhamdulilah...syukurlah. Setidaknya satu beban sudah bisa terselesaikan". Ujar Mukmin senang.
Akhirnya uang yang diperlukan pun lengkap. Mukmin menyerahkan uang tersebut kepada kakak perempuannya dan segera dibayarkan ke bank. Dengan dibayarnya uang tersebut, kakak perempuan Mukmin bisa bernafas lega, setidaknya beberapa bulan ke depan. Mukmin dan kakak perempuannya sama-sama berharap, semoga perdagangannya di beberapa bulan ke depan kian untung.
Beberapa waktu berlalu dan kehidupan kembali berjalan normal. Mukin kembali bekerja dan kakaknya kembali berdagang. Dalam sebuah kesempatan bersilaturahmi, Mukmin berbincang-bincang dengan kakak laki-lakinya. Ia mengutarakan keinginannya untuk kuliah. "Oya, bagus itu," ujar si kakak. "Tapi uangnya tak ada kak", ujar Mukmin. "Berdoa saja, semoga ada rejeki untuk bisa kuliah", ujar si kakak.
Selang beberapa waktu setelah itu. Mukmin ditelpon kakak laki-lakinya. "Jadi benar kamu ingin kuliah, Min?" Tanya kakak Mukmin. "Iya kak, maunya sih begitu," ujar Mukmin. "Ya sudah kamu daftar dulu saja, nanti biaya kuliahnya akan kakak transfer ke rekening kamu," ujar kakak Mukmin. Mukmin seakan tak percaya mendengar itu. "Bener nih kak?" Tidak merepotkan kan?" Mukmin berujar. "Iya bener dan tidak merepotkan kok. Kamu daftar saja kuliahnya dan beri tahu kapan tanggal pembayarannya," ujar kakak Mukmin lagi.
Seperti mendapat suntikan vitamin, Mukmin segera mendaftar ke sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Ia begitu semangat mempersiapkan semuanya. Dan benar saja, saat ia memberitahukan tanggal pembayaran kuliah ke kakaknya, beberapa hari sebelumnya di rekening Mukmin terdapat kiriman uang yang jumlahnya ternyata Rp. 10jt. Jumlah yang lebih dari cukup untuk membiayai masa awal kuliahnya. Mukmin terpana dan berucap syukur. Kakaknya mengaku uang tersebut memang tak semua dari dirinya, tapi ditambah oleh kerabatnya yang lain, jadi semacam patungan. Mukmin manggut-manggut dan kembali mengucap syukur.
Mukmin termenung-menung sendiri jikalau mengingat runtutan peristiwa hingga ia mendapat uang Rp. 10jt. Ternyata sedekahnya yang berjumlah Rp. 1jt dulu mendapat ganjaran 10x lipat, yakni Rp. 10jt dalam sebuah proses yang sangat tak disangka-sangka. Dengan uang itu, Mukmin tak hanya bisa membayar uang kuliah, tapi juga bisa membeli banyak buku yang ia perlukan untuk kegiatan perkuliahannya.
Sumber | republished by
(YM) Yes Muslim !